Polemik Lahan PT SGC: Suara Rakyat Menggema dari Parlemen hingga Jalanan

Polemik Lahan PT SGC: Suara Rakyat Menggema dari Parlemen hingga Jalanan
Ket Gambar : Istimewa

Clickinfo.co.id – Sengkarut lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Sugar Group Companies (SGC) di Lampung kembali memanas. 

Kali ini, gelombang perlawanan terhadap korporasi gula raksasa itu datang dari tiga arah: parlemen, administrasi negara, dan gerakan massa di jalanan. 

Polemik ini disebut-sebut bukan sekadar isu pertanahan, melainkan cerminan ketimpangan struktural dan dominasi modal atas hak hidup masyarakat.

Aliansi Komunitas Aksi Rakyat (AKAR), Pergerakan Masyarakat Analisis Kebijakan (PEMATANK), dan Koalisi Rakyat Madani (KERAMAT) yang tergabung dalam Aliansi Pengawal Keadilan Agraria (APKA), menyatukan langkah. 

Mereka menuntut pemerintah menertibkan kembali HGU PT SGC yang dinilai tidak transparan dalam pengelolaannya.

"Ini bukan reaksi emosional. Ini akumulasi kejengahan," kata Ketua AKAR, Indra Musta’in, dalam sebuah wawancara usai rekaman podcas publik Harian Pilar, Kamis, 24 Juli 2025.

Gerakan ini sejatinya bukanlah hal baru. Sejak 2023, AKAR telah vokal menyuarakan praktik pembakaran tebu oleh SGC yang dinilai merugikan lingkungan dan kesehatan warga sekitar. 

Pembakaran masif, meskipun diklaim sebagai efisiensi panen, disebut-sebut melanggar undang-undang.

Berangkat dari masalah tersebut, AKAR, KERAMAT, dan PEMATANK menyusun strategi perlawanan yang lebih terstruktur. 

Mereka tidak hanya mengandalkan orasi jalanan, tetapi juga membangun basis data kuat, mengumpulkan bukti, dan menempuh jalur formal pengaduan. 

Data HGU, rekam jejak konflik agraria, hingga dugaan pengemplangan pajak perusahaan menjadi amunisi utama mereka.

Puncaknya, pada 24 September 2024, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) AKAR secara resmi melayangkan surat ke Gedung DPR RI. Surat tersebut mendesak Komisi II DPR RI untuk mengakomodasi aspirasi mereka dan membahas ulang status lahan SGC. 

Tuntutan utama mereka meliputi pengukuran ulang HGU, identifikasi konflik, dan evaluasi kontribusi perusahaan terhadap daerah dan negara, termasuk dugaan pengemplangan pajak.

Langkah formal AKAR tidak bertepuk sebelah tangan. Secara mengejutkan, AKAR menerima undangan resmi Rapat Dengar Pendapat (RDP)/Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dari DPR RI, yang ditandatangani langsung oleh Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, dengan Nomor Undangan B/9637/PW.01/07/2025.

RDP/RDPU digelar pada 15 Juli 2025 di Ruang Rapat Komisi II DPR RI, dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi II Dedi Yusuf Macan Efendi. 

Rapat tersebut menghadirkan perwakilan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kantor Pertanahan Provinsi Lampung, serta Kantah Tulang Bawang dan Kantah Lampung Tengah.

Hasil RDP/RDPU cukup mengejutkan publik: Komisi II DPR RI secara resmi merekomendasikan pengukuran ulang seluruh areal HGU milik PT SGC. 

Kesimpulan ini ditandatangani oleh Pimpinan Rapat Komisi II bersama empat Direktur Jenderal Kementerian ATR/BPN RI, dan disetujui oleh 42 anggota perwakilan rakyat dari berbagai fraksi, memberikan kekuatan hukum mutlak.

Meski rekomendasi telah dikeluarkan, Aliansi Pengawal Keadilan Agraria tidak serta-merta percaya. 

Mereka menyadari bahwa rekomendasi seringkali hanya berakhir sebagai "kertas kosong". 

Oleh karena itu, Aliansi menetapkan tenggat moral dua minggu bagi pemerintah, melalui ATR/BPN, untuk menyusun administrasi dan menginventarisasi persiapan pelaksanaan pengukuran ulang.

"Jika negara tak bergerak, maka rakyat akan kembali turun ke jalan dalam skala lebih besar," tegas Indra Musta’in. 

Ia menambahkan, "Ini janji perjuangan."

Indra juga membantah narasi bahwa pengukuran ulang akan mengganggu aktivitas pekerja atau menyebabkan PHK massal. 

"Itu hanya ilusi korporasi untuk menakut-nakuti rakyat. Ukur ulang adalah penertiban. Ini langkah hukum, bukan tindakan liar," jelasnya.

Ia menegaskan bahwa apa yang diperjuangkan tiga LSM ini justru untuk memastikan setiap pemegang lahan mematuhi hukum, membayar pajak, dan memberikan manfaat nyata bagi rakyat sekitar.

"Pengukuran ulang lahan PT SGC tidak mengganggu aktivitas pekerja, dan tidak mengganggu stabilitas perkebunan.

"Hal ini dilakukan hanya untuk melakukan penertiban regulasi,” tegasnya.

Aliansi mengklaim telah mengantongi dokumen, peta, dan data otentik yang akan mereka gunakan sebagai dasar perjuangan. 

Mereka siap melakukan aksi besar di DPR dan ATR/BPN jika proses pengukuran ulang lamban. 

"Tapi kami juga tetap akan terus membawanya ke jalanan. Karena di jalan, suara rakyat tidak bisa disensor," ujarnya.

Perjuangan ini, menurut Aliansi, adalah benturan konkret antara rakyat dan oligarki, mengenai siapa yang menguasai dan memanfaatkan tanah, serta siapa yang dirugikan. 

Jika negara memilih diam atau tunduk pada kekuasaan uang, Aliansi memperingatkan akan terjadinya krisis kepercayaan publik yang parah.

Meskipun kalah dalam hal logistik, tiga LSM ini mengklaim memiliki keberanian, tekad, dan legitimasi dari rakyat kecil. 

Oleh karena itu, perjuangan untuk keadilan agraria ini dipastikan tidak akan surut, berlanjut dari jalanan hingga ke meja parlemen, dari orasi hingga advokasi.

AKAR menegaskan bahwa persoalan agraria PT SGC adalah salah satu dari banyak kasus serupa di Lampung. 

Mereka menekankan bahwa langkah yang diambil didasarkan pada proses pengumpulan data dan informasi lapangan yang serius dan berkelanjutan. 

AKAR menyatakan dukungan penuh untuk setiap upaya panjang dan independen dari elemen masyarakat lain yang juga menemukan persoalan agraria di perusahaan lain, selama perjuangan itu berpijak pada kebenaran dan kepentingan rakyat.

Related Posts

Comments (0)

There are no comments yet

Leave a Comment